Sabtu, 14 Januari 2012

TUKIJO,Simbol Perlawanan Rakyat kecil melawan Korporatokrasi



Ajaran semua orang sama dimata hukum mungkin hanya terdengar diruang kelas tempat kuliah hukum, karena hukum yang sebenarnya tidak akan pernah bisa melahirkan keadilan, dia hanya bertaji bagi orang tak berpunya dan jadi alat bagi yang berkuasa.

            Penangkapan sewenang-wenang terjadi lagi di Indonesia.Kali ini menimpa seorang petani berusia 46 tahun yang tinggal di Kulon Progo. Namanya Tukijo. Suaranya yang lantang menolak proyek pasir besi di Kulon Progo mengantarkannya tertelungkup dalam pengabnya  ruang jeruji tahanan di kantor Polda DIY. Peristiwa ini kembali membuktikan bahwa hukum hanya berpihak pada penguasa dan tidak akan bisa adil bagi orang tak berpunya
Nasib petani Tukijo sungguh tragis. Penangkapannya pada 1 Mei 2011 terjadi ketika dirinya sedang bekerja bersama istrinya di ladang yang terletak di Dusun Gupit , Desa Karang Sewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Jam 11.05 WIB, dirinya bersama istri istirahat dari aktifitas berladang. Sang istri sedang kembali ke rumah untuk mengambil makan siang pada siang itu. Tiba-tiba sebuah mobil melintas dari arah pilot project Pasir Besi menuju ladang Tukijo. Dari dalam mobil keluar 3 (tiga) orang polisi yang mendatangi Tukijo dan mengatakan bahwa Kasat Intel Polres Kulon Progo yang sedang berada di mobil ingin bertemu dan bertanya kepada Tukijo. Dengan rasa penasaran, Tukijo berjalan menuju mobil dengan didampingi ke tiga polisi yang menghampirinya. Tanpa banyak basa-basi, tiba-tiba Tukijo di bawa masuk ke dalam mobil dan kemudian melaju dengan kaca mobil yang ditutup rapat. Tukijo tidak mengerti apa salahnya dan apa maksud dirinya diangkut oleh mobil itu. Dalam ketidaktahuannya, setelah di dalam mobil  Tukijo bertanya akan dibawa kemana dirinya. Sang polisi yang membawanya, baru menunjukkan surat penangkapannya saat mobil tersebut telah jauh meninggalkan desanya.
Dalam sidang pra peradilan, pihak kepolisiaan beralasan bahwa perihal penagkapan tukijo yang anomali disebabkan Karena pihak kepolisian takut pada kerumunan massa disekitar area pertaniaan tersebut, sungguh alasan tidak masuk akal, menagkap teroris sekaliber dr. Azhari polisi bisa gagah berani, tapi untuk menangkap petani miskin macam tukijo sampai harus menggunakan cara pengecut.
Dengan hanya memakai pakaiaan berladang dan tanpa alas kaki tukijo digelandang ke polda DIY bahkan istrinyapun tidak diberitahu perihal penangkapan tersebut. Bukan kali ini saja tukijo berurusan dengan polisi, pertengahan tahun 2009 tukijo pernah divonis 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun karena dituduh melakukan pencemaran nama baik Tukijo dihukum ketika menuntut transparansi hukum dari obyek lahan Besi.
Kini tukijo sedang meratapi kisah hidupnya yang begitu tragis sebagai petani miskin, vonis hakim PN wates menyatakan tukijo bersalah  dan mengganjar tukijo 3 Tahun penjara dikurangi masa penahanan, lebih lama satu tahun dari tuntutan jaksa.lagi-lagi inilah potret hukum di negeri ini, tajam pada sang miskin, kebal pada sang kaya..
Merebaknya kriminalisasi terhadap Tukijo, keluarga dan intimidasi terhadap para petani penolak proyek Pasir Besi yang kemudian tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Porogo menjadi petanda bahwa penegakan hukum di Indonesia telah kehilangan orietasi kemanusiaan dan keadilannya. Perjuangan Tukijo dan rekan-rekannya di Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) bukanlah suara yang kosong, tetapi representasi rakyat yang tertindas dan telah terampas hak-hak dasarnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki tanah, hak terbebas dari pengusiran secara paksa, hak untuk berpendapat dan hak menjadi rakyat yang bermartabat. Sayangnya, hak-hak itu harus terbuang dan tidak berarti di tengah tulinya pemerintah (daerah dan pusat) dan aparat penegak hukum yang telah menanggalkan hati nuraninya.
Kepekaan hati pemerintah dan aparat penegak hukum telah terbeli oleh kuasa kekuatan modal dan investasi yang telah menghalalkan segala cara. Betapa tidak, di balik kriminalisasi terhadap Tukijo dan intimidasi hukum dan non hukum terhadap para petani, tersimpan konspirasi kepentingan penguasa dan pemodal.  Proyek pengeboran dan pengelolaan Pasir Besi telah menghadirkan pemodal  PT Jogja Magasa Iron (JMI). Proyek investasi di Kulonprogo terbilang sangat besar,.
Pernyataan Gubernur DIY  menegaskan keingianan kuatnya untuk menjalankan mega proyek Pasir Besi. Tukijo dan para petani lainnya bagaimanapun, tidak boleh tidak, harus menerima pelaksanaan mega proyek itu. Apalagi, anak Sultan sendiri : Pembayun dan kerabat lainnya dari pihak kesultanan telah duduk sebagai Komisaris PT Jogja Magasa Iron (JMI). Seruan Komnas HAM pada tahun 2008, bahwa proyek Pasir Besi sangat berpotensi melanggar HAM terkait dengan hak atas tanah, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak atas petani, serta fakta pelanggaran HAM atas tertutupnya informasi dampak pengeboran pasir besi di Kulonprogop, diabaikan dan sulit untuk diindahkan sampai hari ini. Proyek Pasir Besi akan terus berlangsung dan tidak menghiraukan suara tangis para korban.
Dalam teori hukum dikenal bahwa tujuaan hukum adalah kepastiaan hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Berkaca dari kasus tukijo. Hukum seolah-olah hanya memntingkan sisi formal-legalistiknya saja, tanpa melihat kemanfaatan dan keadilan bagi masyarakat petani ‘pasir besi’ kulon progo.
Karl Marx, seorang intelektual brilian mengungkap bahwa pengaruh kekuasaan ekonomi terhadap kehidupan manusia sangatlah menentukan. Siapapun yang menguasai sektor ekonomi, maka kekuasaan itu akan mendorong pada penguasaan manusia juga. Demikian juga dalam di dunia hukum dan penegakannya. Hukum tidak mungkin dilepaskan dari kuasa dan relasi-relasi ekonomi.  Menurut Karl Marx,  hukum tidak lebih sebagai alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu, karena hukum pada dasarnya telah terkuasai oleh kelas pemilik modal (borjuis). Maka keadilan dalam diri hukum merupakan satu yang utopia. Keadilan dalam diri hukum menurut Karl Marx hanyalah omong kosong. Faktanya, norma-norma hukum apalagi penegakannya pasti akan melayani kepentingan-kepentingan kelompok yang bermodal. Hukum menjadi alat yang ampuh untuk menggerakkan secara paksa eksploitasi yang dilakukan oleh pemodal yang telah bekerjasama dengan para penguasa.
Dari analisis diatas, penangkapan tukijo dan upaya intimidasi terhadap petani kulon progo lainnya, tidak lepas dari intervensi penguasa dan pemodal terhadap upaya penegakan hukum, hukum menjadi alat pemodal untuk memaksakan kehendak kepentingan segelintir orang. Terlebih PT. Jogja Magasa Iron dikelola oleh kerabat Sultan sendiri. Dan posisi sultan sebagai raja jogja sekaligus gubernur tentunya akan mempengaruhi proses penegakan hukum.
Lord acton pernah berkata “power tend to corrupt, absolutely power corrupt absolutely”. Semakinbesar kekuasaan maka semakin besar juga potensi untuk menggunakan kekuasaan itu untuk memaksakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam kasus penagkapan tukijo kita bisa berkaca bahwa hukum di negeri ini masih berpihak pada penguasa dan pemodal, bukan pada kebenaran.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar