Ajaran semua orang sama dimata hukum
mungkin hanya terdengar diruang kelas tempat kuliah hukum, karena hukum yang
sebenarnya tidak akan pernah bisa melahirkan keadilan, dia hanya bertaji bagi
orang tak berpunya dan jadi alat bagi yang berkuasa.
Penangkapan sewenang-wenang terjadi lagi di Indonesia.Kali ini menimpa
seorang petani berusia 46 tahun yang tinggal di Kulon Progo. Namanya Tukijo. Suaranya yang lantang menolak proyek
pasir besi di Kulon Progo mengantarkannya tertelungkup dalam pengabnya
ruang jeruji tahanan di kantor Polda DIY. Peristiwa ini kembali membuktikan
bahwa hukum hanya berpihak pada penguasa dan tidak akan bisa adil bagi orang tak
berpunya
Nasib petani Tukijo sungguh tragis.
Penangkapannya pada 1 Mei 2011 terjadi ketika dirinya sedang bekerja bersama
istrinya di ladang yang terletak di Dusun Gupit , Desa Karang Sewu, Kecamatan
Galur, Kabupaten Kulon Progo. Jam 11.05 WIB, dirinya bersama istri istirahat dari
aktifitas berladang. Sang istri sedang kembali ke rumah untuk mengambil makan
siang pada siang itu. Tiba-tiba sebuah mobil melintas dari arah pilot project
Pasir Besi menuju ladang Tukijo. Dari dalam mobil keluar 3 (tiga) orang polisi
yang mendatangi Tukijo dan mengatakan bahwa Kasat Intel Polres Kulon Progo yang
sedang berada di mobil ingin bertemu dan bertanya kepada Tukijo. Dengan rasa
penasaran, Tukijo berjalan menuju mobil dengan didampingi ke tiga polisi yang
menghampirinya. Tanpa banyak basa-basi, tiba-tiba Tukijo di bawa masuk ke dalam
mobil dan kemudian melaju dengan kaca mobil yang ditutup rapat. Tukijo tidak
mengerti apa salahnya dan apa maksud dirinya diangkut oleh mobil itu. Dalam
ketidaktahuannya, setelah di dalam mobil Tukijo bertanya akan dibawa
kemana dirinya. Sang polisi yang membawanya, baru menunjukkan surat
penangkapannya saat mobil tersebut telah jauh meninggalkan desanya.
Dalam sidang pra peradilan, pihak
kepolisiaan beralasan bahwa perihal penagkapan tukijo yang anomali disebabkan Karena pihak kepolisian takut pada kerumunan
massa disekitar area pertaniaan tersebut, sungguh alasan tidak masuk akal,
menagkap teroris sekaliber dr. Azhari polisi bisa gagah berani, tapi untuk
menangkap petani miskin macam tukijo sampai harus menggunakan cara pengecut.
Dengan hanya memakai pakaiaan
berladang dan tanpa alas kaki tukijo digelandang ke polda DIY bahkan
istrinyapun tidak diberitahu perihal penangkapan tersebut. Bukan kali ini saja
tukijo berurusan dengan polisi, pertengahan tahun 2009 tukijo pernah divonis 6
bulan dengan masa percobaan 1 tahun karena dituduh melakukan pencemaran nama
baik Tukijo dihukum ketika menuntut transparansi hukum dari obyek lahan Besi.
Kini tukijo sedang meratapi kisah hidupnya yang begitu tragis sebagai petani miskin, vonis hakim PN wates menyatakan tukijo bersalah dan mengganjar tukijo 3 Tahun penjara dikurangi masa penahanan, lebih lama satu tahun dari tuntutan jaksa.lagi-lagi inilah potret hukum di negeri ini, tajam pada sang miskin, kebal pada sang kaya..
Merebaknya kriminalisasi
terhadap Tukijo, keluarga dan intimidasi terhadap para petani penolak proyek
Pasir Besi yang kemudian tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP)
Kulon Porogo menjadi petanda bahwa penegakan hukum di Indonesia telah
kehilangan orietasi kemanusiaan dan keadilannya. Perjuangan Tukijo dan
rekan-rekannya di Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) bukanlah suara yang
kosong, tetapi representasi rakyat yang tertindas dan telah terampas hak-hak
dasarnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki tanah, hak terbebas dari
pengusiran secara paksa, hak untuk berpendapat dan hak menjadi rakyat yang
bermartabat. Sayangnya, hak-hak itu harus terbuang dan tidak berarti di tengah
tulinya pemerintah (daerah dan pusat) dan aparat penegak hukum yang telah
menanggalkan hati nuraninya.
Kepekaan hati pemerintah
dan aparat penegak hukum telah terbeli oleh kuasa kekuatan modal dan investasi
yang telah menghalalkan segala cara. Betapa tidak, di balik kriminalisasi
terhadap Tukijo dan intimidasi hukum dan non hukum terhadap para petani,
tersimpan konspirasi kepentingan penguasa dan pemodal. Proyek pengeboran
dan pengelolaan Pasir Besi telah menghadirkan pemodal PT Jogja Magasa
Iron (JMI). Proyek investasi di Kulonprogo terbilang sangat besar,.
Pernyataan Gubernur DIY menegaskan keingianan kuatnya untuk
menjalankan mega proyek Pasir Besi. Tukijo dan para petani lainnya
bagaimanapun, tidak boleh tidak, harus menerima pelaksanaan mega proyek itu.
Apalagi, anak Sultan sendiri : Pembayun dan kerabat lainnya dari pihak
kesultanan telah duduk sebagai Komisaris PT Jogja Magasa Iron (JMI). Seruan
Komnas HAM pada tahun 2008, bahwa proyek Pasir Besi sangat berpotensi melanggar
HAM terkait dengan hak atas tanah, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, hak
atas informasi, hak atas petani, serta fakta pelanggaran HAM atas tertutupnya
informasi dampak pengeboran pasir besi di Kulonprogop, diabaikan dan sulit
untuk diindahkan sampai hari ini. Proyek Pasir Besi akan terus berlangsung dan
tidak menghiraukan suara tangis para korban.
Dalam teori hukum dikenal
bahwa tujuaan hukum adalah kepastiaan hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Berkaca
dari kasus tukijo. Hukum seolah-olah hanya memntingkan sisi
formal-legalistiknya saja, tanpa melihat kemanfaatan dan keadilan bagi
masyarakat petani ‘pasir besi’ kulon progo.
Karl Marx, seorang
intelektual brilian mengungkap bahwa pengaruh kekuasaan ekonomi terhadap
kehidupan manusia sangatlah menentukan. Siapapun yang menguasai sektor ekonomi,
maka kekuasaan itu akan mendorong pada penguasaan manusia juga. Demikian juga
dalam di dunia hukum dan penegakannya. Hukum tidak mungkin dilepaskan dari
kuasa dan relasi-relasi ekonomi. Menurut Karl Marx, hukum tidak
lebih sebagai alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu, karena hukum pada
dasarnya telah terkuasai oleh kelas pemilik modal (borjuis). Maka keadilan
dalam diri hukum merupakan satu yang utopia. Keadilan dalam diri hukum menurut
Karl Marx hanyalah omong kosong. Faktanya, norma-norma hukum apalagi
penegakannya pasti akan melayani kepentingan-kepentingan kelompok yang
bermodal. Hukum menjadi alat yang ampuh untuk menggerakkan secara paksa
eksploitasi yang dilakukan oleh pemodal yang telah bekerjasama dengan para
penguasa.
Dari analisis diatas, penangkapan
tukijo dan upaya intimidasi terhadap petani kulon progo lainnya, tidak lepas
dari intervensi penguasa dan pemodal terhadap upaya penegakan hukum, hukum
menjadi alat pemodal untuk memaksakan kehendak kepentingan segelintir orang.
Terlebih PT. Jogja Magasa Iron dikelola oleh kerabat Sultan sendiri. Dan posisi
sultan sebagai raja jogja sekaligus gubernur tentunya akan mempengaruhi proses
penegakan hukum.
Lord acton pernah berkata “power tend to corrupt, absolutely power
corrupt absolutely”. Semakinbesar kekuasaan maka semakin besar juga potensi
untuk menggunakan kekuasaan itu untuk memaksakan kepentingan pribadi dan
mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam kasus penagkapan tukijo kita bisa
berkaca bahwa hukum di negeri ini masih berpihak pada penguasa dan pemodal,
bukan pada kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar